Rabu, Juli 01, 2009

3 sesi kehidupan

Hari kemarin. (PAST)

Anda tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Anda tak bisa menarik perkataan yang telah
terucapkan. Anda tak mungkin lagi menghapus kesalahan;
dan mengulangi kegembiraan yang anda rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat; lepaskan saja...


Hari esok. (FUTURE)

Hingga mentari esok hari terbit,
Anda tak tahu apa yang akan terjadi.
Anda tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Anda tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba; biarkan saja...


tapi......

Hari ini. (PRESENT)

Pintu masa lalu telah tertutup;
Pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diri anda untuk hari ini.
Anda dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini
bila anda mampu memaafkan hari kemarin dan
melepaskan ketakutan akan esok hari. Hiduplah
hari ini. Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah
permainan pikiran yang rumit. Hiduplah apa adanya.
Karena yang ada hanyalah hari ini; hari ini yang
abadi. Perlakukan setiap orang dengan kebaikan
hati dan rasa hormat, meski mereka berlaku buruk
pada anda.

Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini, karena
mungkin besok cerita sudah berganti. Ingatlah bahwa
anda menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan
karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri
anda sendiri Jadi, jangan biarkan masa lalu
mengekangmu atau masa depan membuatmu bingung,
lakukan yang terbaik HARI INI dan lakukan SEKARANG
juga!!!!!!

The day will come when you will review your life
and be thankful for every minute of it. Every hurt,
every sorrow, every joy, every celebration, every
moment of your life will be a treasure. This is
why today is called a PRESENT.

TELAGA KEHIDUPAN Lily Putih

Aku tengah berada di sebuah telaga yang menjajikan kedamaian.
Dengan Bahtera yang ku tumpangi
tak bosannya aku mengayuh dayung.
Mengeksplorasi setiap sudut telaga.
Beberapa ikan berlompatan,berenang dan
berkejaran. Rumput-rumput yang menjulur ke air,
bagaikan jemari penari yang
meliuk-liuk.

Setiap berada di telaga ini,
aku selalu merasa nyaman. Mungkin keteduhan dari
rimbunnya pepohononan di tepi telaga memberi efek dingin.
Dan air telaga itu
sendiri yang berwarna campuran hijau dan biru pun memberi kesan adem.

Kicau burung di kejauhan
dan sinar mentari yang menerangi sekeliling telaga,
memberikan kehangatan yang terasa sampai ke dalam jiwa.
Setelah lelah seharian
beraktivitas, menumpangi bahtera dan berkeliling telaga,
selalu mampu
mengembalikan ketenangan jiwa dan energi yang sudah tertumpah.

Di sekeliling telaga ini,
aku bisa menikmati penuh suasana ditengah
orang-orang ku cintai dan mencintaiku.
Oh…yah, aku lupa bercerita, aku dan
keluargaku sudah cukup lama tinggal di telaga ini.
Telaga ini bukan telaga
alam tapi telaga buatan.
Aku dan suami selalu bercita-cita memberikan
lingkungan kehidupan yang sehat
dan menyenangkan bagi keluarga yang akan kami
bangun.

Ketika komitmen kami terucap untuk mengisi kehidupan di hari mendatang
bersama-sama, maka kami sepakat membangun telaga ini
sebagai tempat tinggal
kami. Di telaga ini,
kami lengkapi taman bermain yang setiap saat,
aku, suami dan anakku bisa berinteraksi.
Bersenda gurau sekaligus mengeksplorasi fisik dan
jiwa anakku.

Di saat-saat senggang aku membiasakan bernyanyi bersama-sama.
Aku tahu
suaraku tak semerdu Mariah Carey atau Ruth Sahanaya .
Yang aku tahu, suarku
mampu memberikan ketenangan bagi jiwa anakku.
Di bawah rindangnya pohon,
beralas tikar pandan kami bernyanyi bersahut-sahutan.

Ku biarkan anakku bergumam sendiri
karena itu dapat mengembangkan daya cipta
dan kreasi mereka.
Aku dan suami hanya sesekali membetulkan kata atau arti yang
pas agar enak di dengar.
Suara bening kami menyatu dengan kicau burung yang
seakan ingin turut melengkapi kebahagiaan kami.

Setiap hari di sekeliling telaga ini dipenuhi suara-suara kami.
Ada tawa, tangis, teriakan marah,
jeritan kesal atau tangis bahagia. Ada kalanya perang
mulut, saling mengolok-olok dan bisanya diakhiri dengan berpelukan,
bergulingan
di rerumputan. Kaki-kaki kecil anakku tak hentinya berjalan atau berlalri,
mengitari telaga ini.
Tak sekali atau dua kali mereka pulang dengan kaki atau
tangan yang luka. Baik karena jatuh atau kena duri.

Aku dan suami secara bergantian membersihkan dan mengobati lukanya.
Aku tahu,
satu pelajaran kehidupan sudah anakku dapati hari ini.
Semoga besok lusa anakku
lebih berhati-hati.
Bukankah guru yang paling baik adalah pengalaman?

Bila aku dan suami merasa lelah dan tertekan karena bekerja seharian,
telaga ini menjadi curahan jiwa.
Aku bisa berteriak sekeras-kerasnya, paling tidak
cara ini, bagiku dapat sedikit melegakan himpitan sesak di dada.
Suamiku bisa
berlari sepuluh atau dua puluh kali mengeliling telaga ini untuk menuntasan
emosinya. Dengan begitu ketika kami berkumpul dengan anak,
kami tidak membawa
kekesalan dari luar.

Kami sangat menyadari tidak semua keinginan kami bisa terwujud tapi
mensyukuri apa yang sudah kami peroleh dalam hidup ini,
membantu kami
menghargai apa yang sudah kami miliki.
Salah satunya telaga ini, kami membiarkn
bahkan memberikan izin bagi orang-orang yang ingin menikmati telaga ini
bahkan kami sangat menyarankan mereka membangun telaga serupa.

Kami sudah membuktikan telaga yang kami bangun
selalu memanggil kami pulang.
Telaga yang menjanjikan air kehidupan
yang memberikan ketenangan jiwa bisa
dimiliki siapa saja,
karena sesungguhnya telaga itu adalah Telaga Kehidupan.
Setiap orang bisa memiliki telaga kehidupan yang sesungguhnya
yaitu keluarga.
Keluarga menanti dan selalu menanti kita pulang.
Kemanapun kita pergi Telaga
Kehidupan kita tetap milik kita.

Penghuni telaga adalah kita sendiri,
melestarikan telaga kehidupan bisa kita
lakukan dengan senantiasa menghidupkan kesadaran akan perlunya aturan main.
Kedisiplinan dapat membantu kita menjaga,
Telaga Kehidupan kita. Dengan
menghargai, merawat dengan cinta dan kasih sayang,
lingkungan kehidupan di
sekitar telaga akan tumbuh dan berkembang
menjadi satu lingkungan yang sehat
dan menyenangkan.
Aku percaya dari lingkungan yang sehat dan nyaman,
cikal bakal masyarakat yang beradab dan santun dapat dilahirkan.
Aku bertekad untuk
terus melestarikan Telaga Kehidupanku.

Akan kubiarkan anak-anakku belajar tentang kehidupan dari alam
karena alam sesungguhnya adalah sumber ilmu yang tak pernah habis.
Menghargai alam sama
dengan menghargai kehidupan itu sendiri.
Dan satu hal yang ku sadari bersikap
bijaksana tidak dapat diajarkan tapi bersikap bijaksana hanya dapat dipelajari.

Karenanya aku tak dapat mengajarkan anak-anakku untuk bersikap bijaksana,
tapi aku yakin mereka mampu belajar bersikap bijaksana.
Semoga Telaga Kehidupan yang aku dan suamiku bangun
untuk keluarga kami bisa menjadi sumber
pembelajaran bagi anak-anakku mengenai kehidupan itu sendiri.
(31 Januari 2007)

Aku dan Susi

Hidup adalah penderitaan’. Mungkin kalimat itu sangat sesuai dengan hidup dan kehidupan Susi. Seorang wanita setengah baya yang selalu dirundung nestapa. Begitu banyak beban derita yang yang harus ia tanggung dalam hidupnya. Dari mulai kemiskinan, penyakit, penghinaan dan lain sebagainya. Sampai deraan siksa dari suaminya yang ternyata ‘temperamental’. Lengkap sudah penderitaan yang diterima oleh Susi, lahir maupun batin.
Jujur saja! Seandainya aku dalam posisi seperti Susi, rasanya aku tak akan bisa setegar dan setabah Susi menjalani kehidupan ini. Belum tentu aku bisa sesabar Susi menerima ‘kekejaman dunia’ yang menyiksanya lahir batin.
Tidak berlebihan kiranya, kalau aku merasa kagum, terharu, sekaligus ‘tercambuk’ ketika menonton tayangan tentang kehidupan Susi ini. Mengapa…? Karena nampaknya aku harus lebih berdyukur dan mensyukuri kehidupanku.
Film tentang Susi telah membuat mata, hati dan pikiranku terbuka lebar. Bahwa sekurang-kurang beruntungnya diriku, ternyata masih banyak lagi yang, lebih susah, lebih menderita, dan lebih memprihatinkan dari pada aku. Dan hebatnya, mereka bisa tetap optimis, tegar dan sabar dengan kondisi seperti itu.
Kok, jadi malu ya…! Kalau aku yang lebih beruntung dibanding mereka, kadang suka kurang sabar, egois dan kurang optimis dalam menjalani liku-liku kehidupan ini. Padahal beban masalah yang aku hadapi tidak separah dan seberat yang aku terima.
Semoga saja aku dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari kehidupan Susi, sehingga bisa lebih sabar dan lebih optimis dalam menjalani kehidupan ini. Senantiasa mensyukuri dan terus berusaha memperbaiki diri. Karena hidup ini akan terasa berarti, kalau kita bisa berubah menjadi lebih baik….lebih baik…dan lebih baik lagi…
Dan aku bisa berkata dengan penuh keyakinan pada semua orang, bahwa: Hidup Ini Indah!!!